
Review Buku Komedi : Srimulatism, Selamatkan Indonesia dengan Tawa
Mari kita bahas buku komedi. Ya, buku komedi khususnya buku biografi dari kelompok komedi Srimulat. Buku karya Thrio Haryanto berjudul “Srimulatism, Selamatkan Indonesia dengan Tawa” ini mengabungkan konsep biografi Srimulat (baik sebagai individu maupun kelompok) sekaligus materi komedi yang dibawakan anggota Srimulat.
Sebagai sebuah kelompok komedi, Srimulat telah menjadi legenda di industri hiburan Indonesia. Kita mengenal banyak pelawak yang hingga kini masih menghibur di layar kaca maupun layar sinema. Pada eranya, Srimulat merupakan kelompok komedi yang mempunyai sejumlah panggung, dari pangung pertunjukan, televisi, hingga film.
Namun bagi gue yang ikut menumbang rezim Orde Baru Srimulat hanya gue nikmati di layar kaca Indosiar. Acara ini bahkan begitu boomingnya, sampai pernah dalam satu hari lebaran, hampir sepanjang hari Indosiar hanya memutar Srimulat. Gue enggak menikmati Srimulat di panggung-panggung tobong, atau aneka Ria Srimulat TVRI. Mungkin sekali lagi mungkin, gue pernah nonton film “Untung Ada Saya” yang begitu melekat dengan Gepeng.
Nah, buku “Srimulatism, Selamatkan Indonesia dengan Tawa” adalah bukti bahwa Srimulat mempuyai sebuah warisan yang menunjukkan kebesarannya, bahkan sampai melorot. Hehehe. Dan yang pasti ini bukan buku pertama tentang Srimulat. Buku terbitan Naura, Mizan Group, 2017 ini bakal mejadi legacy Srimulat yang bisa diceritakan kembali ke generasi yang lebih milenial.
Biografi + Materi Komedi
Buku ini secara garis beras membagi buku ini dalam dua bagian besar. Pertama, Kisah jatuh bangunnya Kristina, eh kelompok Srimulat dari awal berdirinya hingga saat mereka bereuni di Indosiar. Kita bisa melihat bagaimana Srimulat tetap bertahan meski banyak pelawak keluar masuk dalam kelompok ini. Termasuk di dalamnya kita mengenal seorang wanita bernama Srimulat. Iya, beneran ada.
Bagian kedua, memuat materi-materi komedi Srimlat dalam beragam format, dari sketsa (cerita pendek), oneliner (monolog satu orang tokoh), tik-tokan dua orang, hingga satu skenario cerita. Yang terasa kekinian, ada juga yang dibuat dalam format cartoon dengan baloon di masing-masing tokoh
Uniknya, kedua bagian tersebut tidak disusun secara benar-benar terpisah. Yakni dengan membagi bagian pertama di halaman awal buku hingga pertengahan, lalu bagian kedua di sisa halaman berikutnya. Kita bisa menikmati perjalanan Srimulat lalu diselingi bagian komedinya. Bergantian.
Salah satu prestasi Srimulat, setidaknya menurut gue, lawakan di Srimulat udah menjadi guyonan bersama, bahkan menjelma menjadi “kode kodian”, karena begitu seringnya kita membuat lelucon tersebut dalam kehidupan keseharian. Termasuk di media sosial atau aplikasi chat. Misalnya saja dalam halaman 165, yang memuat dialog tik tok antara Basuki dan Tarzan Kedua pelawak ini sedang berperan sebagai atasan dan bawahan. (mungkin) Sebagian dari kita sudah mendengar lelucon, atasan tanpa bawahan atau harga atasan bawahan.
The Srimulat Manifesto
Di buku ini juga menegaskan pakem Srimulat dalam berkomedi. Misalnya, bagaimana Srimulat bagaimana melihat kelucuan; atau bagaimana memposisikan wanita di panggung komedi. Termasuk juga di dalamnya bagaimana relasi sosial dibangun. Pakem ini dikerucutkan di dalam bab “The Srimulat Manifesto”. Ini akan terasa berbeda dengan kelompok komedi yang laihr berikutnya, macam Warkop DKI, Bagito atau bahkan stand up comedian.
Manifesto pertama (dari 7) adalah “Aneh itu Lucu, Lucu itu Aneh”. Secara mudah kita melihat keanehan dari personil Srimulat yang mengunakan nama panggung dan riasan yang unik. Namun aneh bukan sebatas itu. Aneh juga diartikan “logika bengkok” dan “cacat bahasa”. Saat ini, kita bakal menerima logika bengkok dengan teknik dasar dalam stand up comedy, Setup – Punchline. Cacat bahasa juga bisa pahami dengan kata yang ambigu, multitafsir atau dialek bahasa.
Puncak humor adalah menertawakan diri sendiri. Inilah manifesto terahkir Srimulat yang tertuang di buku ini. Kita semua setuju. Bahkan (Alm) Gus Dur telah berada di puncak ini dengan menertawakan (kekurangan) dirinya sendiri, bahkan saat menjadi presiden sekalipun. Oya, artikel tentang Gus Dur tersebut, dapat di klik di sini
Bergaya Kekinian
Buku ini terasa kekinian banget, dengan cover wajah punggawa Srimulat yang iconik dengan warna cerah dan solid. Begitu membaca di dalamnya, terutama bagian joke tik-tokan kita bisa merasa. Baik yang text base dengan nama tokoh dan tanda titik dua sebelum kalimat; ataupun yang karikatur dengan baloon di atas gambar tokoh. Bagian ini seakan menyasar generasi kekinian yang semakin cepat mengkonsumsi sesuatu.
Lebih dari itu, lawakan Srimulat dihadirkan kembali di sejumlah media sosial dengan akun “Srimulatism”, baik di Facebook maupun Instagram. Jika Srimulat ditasbihan sebagai salah satu legenda hiburan nasional, maka upaya menghidupkan Srimulat di era 4.0 adalah upaya dari sejumlah orang untuk mewariskan legacy tersebut ke generasi yang lebih muda.
57 comments found